Sabtu, 20 Agustus 2011

KRITERIA HATI

By MAJELIS TAUSIAH PARA KYAI & USTADZ INDONESIA

Hati itu bisa hidup dan bisa mati. Sehubungan dengan itu, hati dapat dikelompokkan menjadi:
[1]. Hati yang sehat
[2]. Hati yang mati
[3]. Hati yang sakit

Hati yang sehat adalah hati yang selamat. Pada hari kiamat nanti, barangsiapa menghadap Allah Subhanahu wa Ta'ala tanpa membawanya tidak akan selamat. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman: "Artinya : Adalah hari yang mana harta dan anak-anak tidak bermanfaat, kecuali orang yang datang kepada Allah dengan hati yang selamat." [Asy-Syu'ara : 88-89]

Hati yang selamat didefinisikan sebagai hati yang terbebas dari setiap syahwat, keinginan yang bertentangan dengan perintah Allah Subhanahu wa Ta'ala dan dari setiap syubhat, ketidakjelasan yang menyeleweng dari kebenaran. Hati ini selamat dari beribadah kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam . Ubudiyahnya murni kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala . Iradahnya, mahabbahnya, inabahnya, ikhbatnya, khasyyahnya, roja'nya, dan amalnya, semuanya lillah, karenaNya. Jika ia mencintai, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena Allah Subhanahu wa Ta'ala . Ini saja tidak dirasa cukup. Sehingga ia benar-benar terbebas dari sikap tunduk dan berhukum kepada selain Rasulullah Shallallahu 'Alaihi wa Sallam. Hatinya telah terikat kepadanya dengan ikatan yang kuat untuk menjadikannya sebagai satu-satunya panutan, dalam perkataan dan perbuatan. Ia tidak akan berani bersikap lancang, mendahuluinya dalam hal aqidah, perkataan atau pun perbuatan.
Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman. "Artinya : Wahai orang-orang yang beriman, Janganlah kalian bersikap lancing (mendahului) Allah dan RasulNya, dan bertaqwalah kepada Allah Sesungguhnya Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui”. [Al-Hujurat : 1]

Hati yang mati adalah hati yang tidak mengenal siapa Rabbnya. Ia tidak beribadah kepadaNya dengan menjalankan perintahNya atau menghadirkan sesuatu yang dicintai dan diridlaiNya. Hati model ini selalu berjalan bersama hawa nafsu dan kenikmatan duniawi, walaupun itu dibenci dan dimurkai oleh Allah Subhanahu wa Ta'ala . Ia tidak peduli dengan keridlaan atau kemurkaan Allah Subhanahu wa Ta'ala . Baginya, yang penting adalah memenuhi keinginan hawa nafsu. Ia menghamba kepada selain Allah Subhanahu wa Ta'ala . Jika ia mencinta, membenci, memberi, dan menahan diri, semuanya karena hawa nafsu. Hawa nafsu telah menguasainya dan lebih ia cintai daripada keridlaan Allah Subhanahu wa Ta'ala. Hawa nafsu telah menjadi pemimpin dan pengendali baginya. Kebodohan adalah sopirnya, dan kelalaian adalah kendaraan baginya. Seluruh pikirannya dicurahkan untuk menggapai target-target duniawi. Ia diseru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala dan negeri akhirat, tetapi ia berada di tempat yang jauh sehingga ia tidak menyambutnya. Bahkan ia mengikuti setiap setan yang sesat. Hawa nafsu telah menjadikannya tuli dan buta selain kepada kebatilan.

Bergaul dengan orang yang hatinya mati ini adalah penyakit, berteman dengannya adalah racun, dan bermajlis dengan mereka adalah bencana.

Hati yang sakit adalah hati yang hidup namun mengandung penyakit. Ia akan mengikuti unsur yang kuat. Kadang-kadang ia cenderung kepada 'kehidupan', dan kadang-kadang pula cenderung kepada 'penyakit'. Padanya ada kecintaan, keimanan, keikhlasan, dan tawakkal kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala , yang merupakan sumber kehidupannya. Padanya pula ada kecintaan dan ketamakan terhadap syahwat, hasad, kibr, dan sifat ujub, yang merupakan sumber bencana dan kehancurannya.
Ia ada diantara dua penyeru; penyeru kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala, Rasul Shallallahu 'Alaihi wa Sallam dan hari akhir, dan penyeru kepada kehidupan duniawi. Seruan yang akan disambutnya adalah seruan yang paling dekat, paling akrab.

Demikianlah, hati yang pertama adalah hati yang hidup, khusyu', tawadlu', lembut dan selalu berjaga. Hati yang kedua adalah hati yang gersang dan mati, Hati yang ketiga adalah hati yang sakit, kadang-kadang dekat kepada keselamatan dan kadang-kadang dekat kepada kebinasaan.

Kamis, 04 Agustus 2011

REZEKI DARI ALLAH

Ada 4 cara Allah memberi rezeki kpd makhlukNya:
1. REZEKI TINGKAT PERTAMA (YANG DIJAMIN OLEH ALLAH)
"Tidak suatu binatangpun (termasuk manusia) yg bergerak di atas bumi ini yang tidak dijamin oleh Allah rezekinya."(QS. 11: 6)

Artinya Allah akan memberikan kesehatan,makan,minum untuk seluruh makhluk hidup di dunia ini. Ini adalah rezeki dasar yg terendah.

2. REZEKI TINGKAT KEDUA
"Tidaklah manusia mendapat apa-apa, kecuali apa yang telah dikerjakannya" (QS. 53: 39)

Allah akan memberikan rezeki sesuai dengan apa yg dikerjakannya. Jika ia bekerja dua jam, dpatlah hasil yg dua jam. Jika kerja lebih lama, lebih rajin, lebih berilmu, lebih sungguh2, ia akan mendapat lebih banyak. Tdk pandang dia itu muslim atau kafir.

3. REZEKI TINGKAT KETIGA
“... Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, jka kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih." (QS. 14: 7)

Inilah rezeki yg disayang Allah. Orang2 yg pandai bersyukur akan dpt merasakan kasih sayang Allah dan mendapat rezeki yg lebih banyak. Itulah Janji Allah! Orang yang pandai bersyukurlah yg dapat hidup bahagia, sejahtera dan tentram. Usahanya akan sangat sukses, karena Allah tambahkan selalu.

4. REZEKI KE EMPAT (UNTUK ORANG2 BERIMAN DAN BERTAQWA)
".... Barangsiapa yang bertaqwa kepada Allah niscaya Dia akan mengadakan baginya jalan keluar. Dan memberinya rezki dari arah yg tiada disangka-sangkanya. Dan barangsiapa yg bertawakkal kepada Allah niscaya Allah akan mencukupkan (keperluan) nya. Sesungguhnya Allah melaksanakan urusan (yang dikehendaki) Nya. Sesungguhnya Allah telah mengadakan ketentuan bagi tiap-tiap sesuatu.” (QS. Ath-Thalaq/65:2-3)

Peringkat rezeki yg ke empat ini adalah rezeki yang istimewa, tidak semua orang bisa meraihnya.
Orang istimewa ini (muttaqun) adalah orang yang benar2 dicintai dan dipercaya oleh Allah untuk memakmurkan atau mengatur kekayaan Allah di bumi ini.

Selamat menjalankan ibadah puasa Saudaraku


(Sumber : Group BBM)

Senin, 30 Mei 2011

Kangen Nge-Blog Di Sini

Lama banget gak nengokin blog ini, karena memang moody banget buat nulis. Sebenernya nge-blog sih tetep jalan terus, cuman akhir-akhir ini lagi mood nulis dan posting di blog kulinerku. Ibaratnya punya "mainan" baru jadi lagi seneng-senengnya bergaul dengannya...hehehe.Lagi bete karena gak bisa keluar rumah gara-gara lagi kurang sehat, jadinya malah mood buat nengokin blog lama ini.

Sebenernya pengen juga buat ganti tampilan/template pada blog ini, tapi kayaknya mesti cari-cari dulu yang sreg di hati, dan ini biasanya makan waktu lumayan lama. Tapi kayaknya untuk rencana ini mesti pending dulu lah. Lagi males mikir, jadi nulis yang ringan-ringan ajah, pokoke posting hal baru di sini walopun gak ada "isi"nya apa-apa.

Kegiatan nge-blog memang sudah lumayan lama kulakukan, bahkan sampai ada banyak blog dengan bermacam-macam topik yang sudah kubuat. Tapi balik lagi kepada kebiasaan moody-ku yang bikin acara nge-blog jadi kurang intens. Ada yang rutin posting, tapi banyak pula yang sampai berbulan-bulan bahkan sampai tahunan gak di-update. Sayang juga siih lama dianggurin...tapi gimana lagi. Selain moody, untuk update dan utak-atik blog seringnya mesti siapin waktu yang longgar. Sementara kegiatanku hari-hari lumayan padat, sebagai "supri" (supir pribadi) bagi krucil-krucilku dan kadang juga buat hubby yg suka aleman minta disupirin klo pengen pergi-pergi keluar rumah (alesannya sering terima telp jadi bahaya kalo sambil nyetir). Selain jadi supri juga jadi chef dan cleaning service di rumah. Ada waktu senggang gak bisa buat lama-lama di depan compi untuk buka internet. Si "mantan pacar" bisa manyun kalo berlama-lama nge-net. Jadi waktu longgarnya jadi hal yang langka buat bisa utak-atik blog.

Sebenernya kalo cuman mau posting artikel/tulisan sih bisa via BlackBerry yang kupakai selama ini. Tapi rasanya kurang puas kalo gak lihat layar yang lebar, dan juga dengan BB banyak keterbatasan fasilitas blogging yang bisa diakses (atau hanya karena aku yang belum tau aja yaa cara blogging via BB...Entahlah !!)

Ok lah, kayaknya ini dulu deh tulisanku di sini. Ntar atau besok kalo mood balik lagi buat nulis-nulis atau utak-atik blog ini...

Minggu, 27 Februari 2011

Hukum Cating Ikhwan Vs Akhwat Bukan Muhrim

Ditulis Oleh Ulyadi Yesma, Lc, Diplom

Assalamualaikum warahmatullahhi wabarakatuh

Semoga ustadz dalam keadaan baik-baik saja dan selalu dalam lindungn Allah Swt. Saya mau bertanya ustadz, berhubung zaman saat ini semakin modern, sehingga dalam hal komunikasi pun kita lebih mudah, seperti layanan internet. Kita mengetahui ada program yahoo mesengger yang memudahkan kita, untuk berkomunikasi dengan yang lain. Tapi hal ini juga memicu terbukanya komunikasi seorang ikhwan dan akhwat, ataupun sebaliknya yang bukan muhrimnya. Bagaimana hukum chatting antara ikhwan dan akhwat yang bukan muhrim itu Ustadz? Syukron atas jawabannya
Waalaikumussalam wr. wb.

Terima kasih atas doa yang akhi aturkan semoga akhi mendapatkan yang lebih baik. Akhi karim yang dimuliakan Allah. Sebagaimana yang akhi sampaikan bahwa, komunikasi dengan tulisan melalui jaringan internet atau yang lebih dikenal dengan chatting baru muncul dan populer beberapa tahun terakhir. Yaitu, tepatnya setelah ditemukannya jaringan internet. Karena itu dalam buku-buku ulama dahulu khususnya buku fiqih, istilah ini tidak bakal ditemukan. Namun substansi hukum dari chatting ini sebenarnya sudah dibahas oleh ulama, jauh sebelum jaringan internet ditemukan.

Chatting dengan lawan jenis yang bukan mahram sama halnya dengan berbicara lewat telepon, SMS, dan berkiriman surat. Semuanya memiliki kesamaan. Yaitu sama-sama berbicara antara lawan jenis yang bukan mahram. Kesamaan ini juga mengandung adanya kesamaan hukum. Karena itu akhi! Ada dua hal yang perlu kita bahas sebelum kita lebih jauh membicarakan hukum chatting itu sendiri. Pertama, adalah hukum bicara dengan lawan jenis yang bukan mahram. Kedua, adalah hukum khalwat.

Berbicara antara laki-laki dan perempuan yang bukan mahram pada dasarnya tidak dilarang apabila pembicaraan itu memenuhi syarat-syarat yang sudah ditentukan oleh syara’. Seperti pembicaraan yang mengandung kebaikan, menjaga adab-adab kesopanan, tidak menyebabkan fitnah dan tidak khalwat. Dalam sejarah kita lihat bahwa istri-istri Rasulullah berbicara dengan para sahabat, ketika menjawab pertanyaan yang mereka ajukan tentang hukum agama. Dalam hal ini, Allah SWT berfirman yang artinya:

Karena itu janganlah kamu (isteri-isteri Rasul) tunduk dalam berbicara sehingga orang yang dalam hatinya ada penyakit memiliki keinginan buruk. Tetapi ucapkanlah perkataan yang baik. (QS. al-Ahzab: 32) Imam Qurtubi menafsirkan kata alkhudhu’ (tunduk) dalam ayat di atas dengan arti lainul qaul (melembutkan suara) yang memberikan rasa ikatan dalam hati.

Artinya pembicaraan yang dilarang adalah pembicaraan yang menyebabkan fitnah dengan melembutkan suaraTermasuk di sini adalah kata-kata yang diungkapkan dalam bentuk tulisan. Karena dengan tulisan seseorang juga bisa mengungkapkan kata-kata yang menyebabkan seseorang merasakan hubungan khusus, kemudian menimbulkan keinginan yang tidak baik.

Termasuk juga dalam melembutkan suara adalah kata-kata atau isyarat yang mengandung kebaikan, namun bisa menyebabkan fitnah. Yaitu dengan cara dan bentuk yang menyebabkan timbulnya perasaan khusus atau keinginan yang tidak baik pada diri lawan bicara yang bukan mahram. Baik dengan suara ataupun melalui tulisan.

Adapun khalwat, hukumnya dilarang dalam agama Islam. Sebagai mana dalam sabda Rasulullah Saw yang artinya: "Janganlah ada di antara kalian yang berkhalwat dengan seorang wanita kecuali dengan mahram." (HR. Bukhari dan Muslim)

Khalwat adalah perbuatan menyepi yang dilakukan oleh laki-laki dengan perempuan yang bukan mahram dan tidak diketahui oleh orang lain. Perbuatan ini dilarang karena ia dapat menyebabkan atau memberikan peluang kepada pelakunya untuk terjatuh dalam perbuatan yang dilarang.

Khalwat bukan saja dengan duduk berduaan. Tetapi ngobrol lewat telepon di luar kebutuhan syar’i juga dihitung berkhalwat. Karena mereka sepi dari kehadiran orang lain, meskipun fisik mereka tidak berada dalam satu tempat. Bahkan lewat telepon mereka lebih bebas membicarakan apa saja selama berjam-jam tanpa merasa dihantui.

Hukum chatting sama dengan menelpon sebagai mana yang sudah kita terangkan di atas. Artinya chatting di luar kebutuhan yang syar’i termasuk khalwah.Walaupun dengan niat berdakwah. Karena berdakwah bukanlah kebutuhan syar’i.Namun bila ada tuntutan syar’i yang darurat, maka itu diperbolehkan sesuai kebutuhan. Tentunya dengan syarat-syarat yang sudah kita jelaskan di atas. Demikian yang dapat ana sampaikan. Semoga dapat bermanfaat. Wallahu a’lam.s