Kamis, 19 Agustus 2010

SOMBONG

Sombong adalah penyakit yang sering menghinggapi kita semua, yang benih-benihnya terlalu kerap muncul tanpa kita sadari. Di tingkat terbawah, sombong diosebabkan oleh factor materi. Kita merasa lebih kaya, lebih rupawan, dan lebih terhormat dari pada orang lain. Di tingkat kedua, sombong disebabkan oleh factor kecerdasan. Kita merasa lebih pintar, lebih kompeten, dan lebih berwawasan dibandingkan orang lain. Di tingkat ketiga, sombong disebabkan oleh factor kebaikan. Kita sering menganggap diri kita lebih bermoral, lebih pemurah, dan lebih tulus dibandingkan dengan orang lain.

Yang menarik, semakin tinggi tingkat kesombongan, semakin sulit pula kita mendeteksinya. Sombong karena materi sangat mudah terlihat. Namun sombong karena pengetahuan, apalagi karena kebaikan sulit terdeteksi karena seringkali hanya terbentuk benih-benih halus dalam hati kita.

Akar dari kesombongan ini adalah ego yang berlebihan. Pada tataran yang lumrah, ego menampilkan dirinya dalam bentuk harga diri (self esteem) dan kepercayaan diri (self confidence). Akan tetapi begitu kedua hal ini berubah menjadi kebanggaan (pride), ini sudah berada sangat dekat dengan kesombongan. Batas antara bangga dan sombong tidaklah terlalu jelas.

Kita sebenarnya terdiri dari dua kutub, yaitu ego di satu kutub dan kesadaran sejati di kutub yang lain. Pada saat terlahir ke dunia, kita dalam keadaan telanjang dan tidak punya apa-apa. Akan tetapi seiring dengan waktu, kita mulai memupuk berbagai keinginan, lebih dari sekedar yang kita butuhkan dalam hidup. Keenam indera kita selalu mengatakan bahwa kita memerlukan lebih banyak lagi.

Untuk melawan kesombongan dengan segala bentuknya, ada dua perubahan paradigma yang perlu kita lakukan.
Pertama, kita perlu menyadari bahwa pada hakikatnya kita bukanlah makhluk fisik, tapi makhluk spiritual. Kesejatian kita adalah spiritualitas, sementara tubuh fisik hanyalah sarana untuk hidup di dunia. Kita lahir dengan tangan kosong.
Kedua, kita perlu menyadari bahwa apapun pernuatan baik yang kita lakukan, semuanyaq itu semata-mata adalah demi diri kita sendiri. Kita memberikan sesuatu kepada orang lain adalah juga demi kita sendiri.


Sumber : Saqafah Islamiyah-Syaamil Al-Qur'an The Miracle

Jumat, 13 Agustus 2010

NIKMAT APA LAGI YANG BISA AKU DUSTAKAN ??

Tadi pagi baca status salah satu sahabat di FB tentang kedewasaan spiritual yg dihubungkan dengan usia, bahwa dicapai pd saat usia mencapai 30-35 th ke atas. Dan akupun setuju dengan opininya, krn aku ngalamin sendiri kematangan rohani di saat2 usiaku sdh di atas 35 th.

Dan layar kehidupanku seakan diputar secara flash back. Satu demi satu memori kuurut saat aku masih kecil, saat mulai sekolah dr TK sampai lulus perguruan tinggi, selanjutnya saat mulai kehidupan kerja, dan akhirnya kehidupan berumah tangga sampai sekarang.

Begitu banyak kenikmatan2 dr Allah SWT yg aku terima selama kurun waktu itu. Menyadarkanku bahwa sangat tidak tau diri bila aku sampai tidak mensyukurinya. Bukankah Allah akan menambah kenikmatan kpd manusia bila dia pandai bersyukur? Dan aku meyakini bahwa janji Allah slalu ditepati.

Saat aku kecil, aku mendpt limpahan kasih sayang dan didikan yg sgt berharga dan membuatku kuat dari kakek dan nenek yg mengasuhku (dr kecil tinggal bersama kakek dan nenek). Apakah nikmat ini bisa aku dustakan shg tdk perlu kusyukuri?

Saat mulai sekolah di TK aku sering diajak mengikuti lomba2 mewakili TK-ku dan jd anak kesayangan guru2ku waktu itu. Saat SD sampai SMA secara akademik punya prestasi yg tdk mengecewakan. Pengalaman yg berharga bahkan bisa memberi kebanggaan bagi orang tuaku. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tdk perlu kusyukuri?

Saat lulus SMA dan mau melanjutkan ke perguruan tinggi, alhamdulillah dpt masuk ke PTN favorit yaitu di UGM bahkan tanpa harus bersusah payah mengikuti tes. Aku dpt kesempatan masuk universitas tersebut tanpa tes krn prestasi belajarku di SMA. Hal yang tidak setiap orang mendptkannya. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan shg tdk perlu kusyukuri?

Saat masa kuliah aku punya banyak pengalaman yg tak kalah berharga, bisa bertemu dan berhubungan dengan org2 penting (pejabat tinggi negara) karena kegiatanku di Unit Berkuda. Dan yg gak kulupakan sampai sekarang adalah punya banyak sahabat yg sangat baik, lucu, setia kawan, gokil (dlm arti positif), yg memberi warna ceria di masa mudaku dan Insya Allah tetep baik dan bisa terjaga hubungan sampai sekarang. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tdk perlu kusyukuri?

Saat aku mengalami kecelakaan yg lumayan heboh (jatuh dr kuda saat sedang latihan) dan membuatku mengalami koma selama satu malam dan kehilangan memory selama 13 hari karena gegar otak yg aku derita. Alhamdulillah aku bisa pulih lagi dan masih bisa bernafas sampai sekarang. Suatu mukjizat dr Allah karena aku mengalami saat2 antara hidup dan mati dan saat kesadaran yg jauh menurun (bahkan para sahabat yg menungguku di RS sdh kuatir aku tdk bisa normal lagi). Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tdk perlu kusyukuri?

Saat lulus dr PT dan aku bermaksud mencari pekerjaan utk baktiku kepada org tua krn bisa menunjukkan hasil stlh disekolahkan sampai lulus PT. Dan aku tidak perlu nunggu terlalu lama (hanya sebulan setelah lulus) utk mendptkan pekerjaan yang aku inginkan sementara sebagian org banyak yang harus susah payah untuk mendapat pekerjaannya. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tidak perlu kusyukuri?

Saat orang tua mulai menanyakan siapa calon suamiku diakhir masa kuliahku aku tidak perlu risau dan bingung krn sdh ada calon suami (skrg benar2 jd suamiku dan papa dr anak2ku) yang siap mendampingiku setelah melalui pertimbangan dg sholat istikharohku dan mohon petunjuk dari Allah agar diberi suami yang dpt menjadi imam bagi diriku dan keluargaku kelak dan dpt membawaku mjd manusia yang lebih baik di mata Allah. Dan Insya Allah aku sdh mendptkannya sesuai cita2ku. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tidak perlu kusyukuri?

Saat kami menginginkan anak sebagai penerus keturunan, Allah pun memberi amanah kepada kami tanpa kesulitan bahkan diberi 4 anak normal dan komplit laki2 dan perempuan yg proses kehamilan dan kelahirannya pun sangat nyaman kurasakan. Sementara sebagian org lain hrs melalui proses panjang dan hrs mengalami kehamilan dan kelahiran yg sulit. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tidak perlu kusyukuri?

Saat kulihat diriku secara fisik, aku dikaruniai Allah tubuh yg lengkap dan normal. Punya mata normal, punya tangan normal, punya kaki normal, punya postur normal, punya badan sehat. Karunia yg tak ternilai harganya. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan sehingga tidak perlu kusyukuri?

Saat sekarang, aku mendapat pengalaman rohani yg sangat berharga. Allah memberi hidayah padaku berupa dibukanya hatiku untuk dpt menerima ajaran perintah dan laranganNya dengan ikhlas lewat petunjuk2Nya dlm Al-Qur'an. Sementara Allah SWT berfirman bahwa Dia akan membuka dan menutup hati manusia sesuai kehendakNya karena Dialah yang Maha Membolak-balikkan hati. Artinya aku termasuk gol yg sdg Allah buka hatinya dan doaku agar aku slalu diberi ketetapan hati agar tetap istiqomah. Skrg aku paham bahwa sholat bukan kewajiban tapi kebutuhan. Hal yang dulu blm kupahami. Sholat wajib yang dulu kulakukan hanyalah sholat secara fisik tp belum secara rohani hanya kulakukan sbg penggugur kewajiban. Alhamdulillah sekarang bukan hanya sholat wajib, tp Insya Allah sholat sunnah mulai rajin kulakukan. Bersama suami sebagai pasangan hidup yg juga pasangan untuk menyempurnakan ibadahku krn dia sering mendorongku utk melakukan ibadah2 pelengkap utk bekal menjemput kasih Allah. Apakah nikmat ini bisa aku dustakan shg tdk perlu kusyukuri?

Tiada kenikmatan tanpa campur tangan Allah SWT shg aku harus mensyukurinya. Insya Allah !